GERAKAN-GERAKAN ISLAM MODERNIS INDONESIA
A. Serkat Islam
Serikat Islam (H.O.S Cokroaminoto, Abdoel Moeis, H. Agus Salim, H. Misbach, Marto Kartodikromo, Tjipto Mangoenkoesoemo)Bermula dari terbentuknya Sarekat Dagang Islam 1905, atas inisiatif H. Samanhudi sebagai wadah berkumpulnya pedagang-pedagang muslim di solo. Organisasi yang mewakili priyayi-priyayi. Islam ini dibentuk untuk melindungi pedagang-pedagang muslim dari persaingan dengan golongan Cina. Perdagangan di Solo mengalami persaingan di paguyuban perdagangan golongan cina yang bernama Kong Sing. Namun sering berjalannya waktu sentiment antar pedagang menimbulkan kontak-kontak fisik antara masing-masing anggota yang berakibat pada terjadinya kerusakan hebat tahun 1910. Hal ini dirasa cukup mengkhawatirkan bagi beberapa pihak sampai dibentuknya Rekso Roemokso (tolong-menolong) tahun 1911 sebagai organisasi ronda untuk melindungi dan pencegahan terhadap perkelahian-perkelahiam jalanan antara pedagang muslim dan pedagang cina.Dalam tahap-tahap gerakannya Sarekat Islam tidak hanya sebatas organisasi tolong menolong, namun mempunyai tujuan yang lebih luas lagi yaitu mengangkat derajat orang pribumi dan bisa melakukan gerakan massa, setelah naiknya H.O.S Cokroaminoto menjadi puncak pimpinan SI, SI sering melakukan propaganda-propaganda dengan membawahi beberapa lembaga pers seperti Medan Priyayi. Hadirnya Indische Partij yang melaukan rapat-rapat umum juga ditiru oleh SI, karena mempunyai jumlah anggota yang sangat banyak karena mewakili golongan Pribumi Islam, posisi SI juga mulai dipantau oleh pemerintah Hindi Belanda. Masuknya ide-ide sosialis yang dibawaa oleh Alimin dan Semaoen. Membawa SI juga melakukan pemboikotan dan Aksi mogok di sejumlah daerah. Dengan demikian SI pun menjadi gerakan yang cukup radikal walaupun tidak seluruh petinggi SI menyetujuinya. Golongan muda rata-rata berhubungan dengan Henk Sneevliet membawa ide-ide Marxis yang pada akhirnya mengacu pada perpecahan di tubuh SI pada saat kongres di Yogyakarta menjadi SI merah (Semaoen, Darsono, Alimin) Dan SI putih (Cokro, Abdoel Moeis, H. Agus Salim, H. Misbach)Al-IrsyadPerhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-’Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami’at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya adalah SYEIKH AHMAD BIN MUHAMMAD ASSOORKATY AL-ANSHARY.Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: “Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa.” Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab.Perhimpunan Al-Irsyad mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran, serta social dan dakwah bertingkat nasional. (AD, ps. 1 ayat 2).Perhimpunan ini adalah perhimpunan mandiri yang sama sekali tidak mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak mengurusi masalah-masalah politik praktis (AD, ps. 1 ayat 3).Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya: Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami’at Khair di Jakarta dan Bogor.***Berkat kepemimpinan dan bimbingan Syekh Ahmad Surkati, dalam waktu satu tahun, sekolah-sekolah itu maju pesat. Namun Syekh Ahmad Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jami’at Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para penguasa Jami’at Khair, yang umumnya keturunan Arab sayyid (alawiyin).Sekalipun Jami’at Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas moderen, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jami’at Khair dengan kerasnya menentang fatwa Syekh Ahmad tentang kafaah (persamaan derajat).Karena tak disukai lagi, Syekh Ahmad memutuskan mundur dari Jami’at Khair, pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan di hari itu juga Syekh Ahmad bersama beberapa sahabatnya mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk menaunginya: Jam’iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama menjadiJam’iyat al-Islah wal-Irsyad al-Islamiyyah).Setelah tiga tahun berdiri, Perhimpunan Al-Irsyad mulai membuka sekolah dan cabang-cabang organisasi di banyak kota di Pulau Jawa. Setiap cabang ditandai dengan berdirinya sekolah (madrasah). Cabang pertama di Tegal (Jawa Tengah) pada 1917, dimana madrasahnya dipimpin oleh murid Syekh Ahmad Surkati angkatan pertama, yaitu Abdullah bin Salim al-Attas. Kemudian diikuti dengan cabang-cabang Pekalongan, Cirebon, Bumiayu, Surabaya, dan kota-kota lainnya.Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini: Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam Indonesia.” Mereka bertiga juga berkawan akrab. Malah menurut A. Hassan, sebetulnya dirinya dan Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Ahmad Surkati, meski tak terikat jadwal pelajaran resmi.Namun demikian, menurut sejarawan Belanda G.F. Pijper, yang benar-benar merupakan gerakan pembaharuan dalam pemikiran dan ada persamaannya dengan gerakan reformisme di Mesir adalah Gerakan Pembaharuan Al-Irsyad. Sedang Muhammadiyah, kata Pijper, sebetulnya timbul sebagai reaksi terhadap politik pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu yang berusaha untuk menasranikan orang Indonesia.Muhammadiyah lebih banyak peranannya pada pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Sedang Al-Irsyad, begitu lahir seketika terlibat dengan berbagai masalah diniyah. Ofensif Al-Irsyad kemudian telah menempatkannya sebagai pendobrak, hingga pembinaan organisasi agak tersendat. Al-Irsyad juga terlibat dalam permasalahan di kalangan keturunan Arab, hingga sampai dewasa ini ada salah paham bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi para keturunan Arab.***Al-Irsyad juga berperan penting sebagai pemrakarsa Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak itu pula, Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat dengan H. Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto. Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis Islam ‘A’laa Indonesia) di zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dan lain-lain, sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) dan Amal Muslimin.Di tengah-tengah suasana Muktamar Islam di Cirebon, diadakan perdebatan antara Al-Irsyad dan Syarekat Islam Merah, dengan tema: “Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamisme kah atau Komunisme?” Al-Irsyad diwakili oleh Syekh Ahmad Surkati, Umar Sulaiman Naji dan Abdullah Badjerei, sedang SI Merah diwakili Semaun, Hasan, dan Sanusi.Selaku penganut paham Pan Islam, tentu Syekh Ahmad Surkati bertahan dengan Islamisme. Semaun berpendirian, hanya dengan komunisme lah Indonesia bisa merdeka. Dua jam perdebatan berlangsung, tidak ditemukan titik temu. Namun Syekh Ahmad Surkati ternyata menghargai positif pendirian Semaun. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunisme lah tanah airnya dapat dimerdekakan!”Peristiwa ini sekaligus membuktikan bahwa para pemimpin Al-Irsyad pada tahun 1922 sudah berbicara masalah kemerdekaan Indonesia!***Seperti yang diajarkan Muhammad Abduh di Mesir, Al-Irsyad mementingkan pelajaran Bahasa Arab sebagai alat utama untuk memahami Islam dri sumber-sumber pokoknya. Dalam sekolah-sekolah Al-Irsyad dikembangkan jalan pikiran anak-anak didik dengan menekankan pengertian dan daya kritik. Tekanan pendidikan diletakkan pada tauhid, fikih, dan sejarah.Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia. Dan dalam perkembangannya kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan.Tercatat banyak lulusan Al-Irsyad, baik dari kalangan keturunan Arab maupun non-Arab yang telah memainkan peran penting di berbagai bidang. Lulusan pribumi yang turut berperan penting dalam modernisme Islam di Indonesia antara lain:Yunus Anis: Alumnus Al-Irsyad yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang menonjol dari Gerakan Muhammadiyah. Ia mendapat kehormatan dijuluki “tulang punggung Muhammadiyah” karena pengabdiannya sebagai sekretaris jenderal di organisasi tersebut selama 25 tahun.Prof. Dr. T.M. Hasby As-Shiddique: Putera asli Aceh, penulis terkenal dalam masalah hadist, tafsir, dan fikih Islam moderen. Guru besar di IAIN Yogyakarta ini bahkan pernah menjabat Rektor Universitas Al-Irsyad di Solo (sekarang sudah tutup)Prof. Kahar Muzakkir: Berasal dari Yogyakarta. Lulus dari Madrasah Al-Irsyad, Kahar Muzakkir melanjutkan studinya di Dar al-Ulum di Kairo. Ia sangat aktif berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian ia menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.Muhammad Rasjidi: Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama, berasal dari Yogyakarta. Ia pernah menjadi professor di McGill University di Montreal, Kanada, dan juga mengajar di Universitas Indonesia, Jakarta. Semasa hidupnya menulis banyak buku.Prof. Farid Ma’ruf: Asli Yogyakarta, profesor di IAIN, yang juga salah satu tokoh besar Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Lulusan Madrasah Al-Irsyad ini sempat menjabat Direktur Jenderal Urusan Haji di Departemen Agama.Al-Ustadz Umar Hubeis: Jabatan pertamanya adalah sebagai Direktur Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Di waktu yang bersamaan ia aktif di Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Umar Hubeis bahkan pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi. Ia juga menjadi professor di Universitas Airlangga, Surabaya. Semasa ia hidupnya beliau juga menulis beberapa buku, terutama fikih. Yang terkenal adalah Kitab FATAWA.Said bin Abdullah bin Thalib al-Hamdani: Lulusan Al-Irsyad Pekalongan ini sangat menguasai fikih dan menjadi professor di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Ia juga menulis buku-buku fikih. Di kalangan cendekiawan dan intelektual Islam Indonesia, ia dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hokum Islam dari Al-Irsyad). Sayang kebanyakan bukunya yang umumnya ditulis dalam bahasa Arab, belum diterjemahkan.Abdurrahman Baswedan: Pendiri Partai Arab Indonesia (PAI) dan aktifis Masyumi ini pernah menjadi Wakil Menteri PeneranganRI.Namun perkembangan Al-Irsyad yang awalnya naik pesat, kemudian menurun drastic bersamaan dengan masuknya pasukan pendudukan Jepang ke Indonesia. Apalagi setelah Syekh Ahmad Surkati wafat pada 1943, dan revolusi fisik sejak 1945. Banyak sekolah Al-Irsyad hancur, diporak-porandakan Belanda karena menjadi markas laskar pejuang kemerdekaan. Sementara beberapa gedung milik Al-Irsyad yang dirampas Belanda, sekarang berpindah tangan, tanpa bisa diambil lagi oleh Al-Irsyad.Sampai 1985, Al-Irsyad tinggal memiliki 14 cabang, yang seluruhnya berada di Jawa. Namun berkat kegigihan para aktifisnya yang sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara, Al-Irsyad berkembang kembali, sejak 1986. Puluhan cabang baru berdiri. Dan kini tercatat sekitar 130 cabang, dari Sumatera ke Papua.Di awal berdirinya di tahun 1914, Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah dipimpin oleh ketua umum Salim Awad Balweel.Dalam Muktamar terakhir di Bandung (2000), yang dibuka Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Negara pada 3 Juli 2000, terpilih Ir. H. Hisyam Thalib sebagai ketua umum baru, menggantikan H. Geys Amar SH yang telah menjabat posisi itu selama empat periode (1982-2000).***Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki empat organ aktif yang menggarap segmen anggota masing-masing. Yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda Al-Irsyad, Puteri Al-Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad. Peran masing-masing organisasi yang tengah menuju otonomisasi ini (sesuai amanat Muktamar 2000), cukup besar bagi bangsa. Pemuda Al-Irsyad misalnya, ikut aktif menumpas pemberontakan G-30-S PKI bersama komponen bangsa lainnya. Sedang Pelajar Al-Irsyad termasuk salah satu eksponen 1966 yang ikut aktif melahirkan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia).Di luar empat badan otonom tersebut, Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki majelis-majelis, yaitu Majelis Pendidikan & Pengajaran, Majelis Dakwah, Majelis Sosial dan Ekonomi, Majelis Awqaf dan Yayasan, dan Majelis Hubungan Luar Negeri. Di luar itu ada pula Lembaga Istisyariyah, yang beranggotakan tokoh-tokoh senior Al-Irsyad dan kalangan ahli).Muhammadiyah ( K.H. Ahmad Dahlan )Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang kiyai Haji Abubakar bin Kiyai Sulaiman, khatibdi mesjid Sultan di kota itu. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta. Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya.Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahu, fiqh dan tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah tahun 1890 di mana ia belajar selama setahun . salah seorang gurunya ialah Syaikh Akhmad Khatib. Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali Tanah Suci di man ia menetap selama dua tahun lamanya. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara.Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis.Pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November 1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani.Sementara itu, usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang pengajaran, tapi juga bidang-bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan dengan itu, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan, lengkaplah ketika pada tahun 1917 M. membentuk bagian khusus wanita yaitu ‘Aisyah.Di samping ‘Aisyiah, kegiatan lain dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah (1) PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha membantu orang-orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan mendirikan klinik-klinik kesehatan; (2) Hizb AI-Wathan, gerakan kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1917 M. oleh K.H. Ahmad Dahlan; (3) Majlis Tarjih, yang bertugas mengeluarkan fatwa terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.Nahdlatul Ulama (K. H. Hasyim Asy’ari (1871-1947))Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871. Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut.Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.K. H. Hasyim Asy’ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari adalah etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau. Menurut Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika bagi alim / para guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai oleh guru ataupun calon guru.selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun, bagaimanapun dan dimanapun.mempunyai rasa takut kepada Allah, takut atau khouf dalam keadaan apapun baik dalam gerak, diam, perkataan maupun dalam perbuatan.mempunyai sikap tenang dalam segala hal.berhati-hati atau wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga dikatakan rendah hati.khusyu dalam segala ibadahnya.selalu berpedoman kepada hokum Allah dalam segala hal.tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia.zuhud, dalam segala halmenghindarai pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.menghindari tempat –tempat yang dapat menimbulkan maksiat.selalu menghidupkan syiar islam.menegakkan sunnah Rasul.menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.bergaul dengan sesame manusia secara ramah,menyucikan jiwa dan selalu berusaha mempertajam ilmunya.terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik.selalu mengambil ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.meluangkan waktu untuk menulis atau mengarang buku.Mengenai orientasi pemahaman dan pemikiran keislaman, kiai Hasyim sangat dipengaruhi oleh salah seorang guru utamanya: Syekh Mahfuz At-Tarmisi yang banyak menganut tradisi Syekh Nawawi. Selama belajar di Mekkah, sebenarnya, ia pun mengenal ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh. Tetapi ia cenderung tidak menyetujui pikiran-pikiran Abduh, terutama dalam hal kebebasan berpikir dan pengabaian Mazhab. Menurutnya kembali langsung ke Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melalui hasil-hasil Ijtihad para imam mazhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits secara langsung, tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan imam mazhab, hanya akan menghasilkan pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam. Latar belakang orientasi pemahaman keislaman seperti inilah yang membuat kiai Hasyim menjadi salah seorang pendiri dan pemimpin utama Nadhatul Ulama. Tidak kurang dari 21 tahun ia menjadi Rais ‘Am, ketua umum Nadhatul Ulama (1926-1947).KH Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada para kiai dan guru-guru agama agar memiliki perhatian serius kepada masalah ekonomi untuk kemaslahatan; “kenapa tidak kalian dirikan saja satu badan usaha, yang setiap wilayah ada satu badan usaha yang mandiri.” Ketika organisasi sosial keagamaan masyumi dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim terpilih sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari, yang bergelarHadrat Asy-Syaikh wafat.WAHABIWahabi adalah sebuah gerakan islam ang dikembangkan oleh seorang teologi muslim abad ke 18 bernama Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi. Hadirnya islam dari timur tengah ini membersihkan islam dari ke-tidak kemurnian. Dominasi islam timur timur tengah ini memiliki pengarun besar dinegara-negara muslim.Gerakan pembaharuan islam ini dapat merangkak cepat keberbagai dunia seiring dengan pendanaan yang sangat besar melalui pendanaan pembangunan masjid ala arab Saudi. Mendirikan sekolah sebagai sarana belajar-mengajar dan program social. Organisasi yang sering disebut dengan ikhwanul muslimin berpedoman kepada al-quran dan hadits. Menolak keras hasil ijtihad yang di klaim telah keluar dari orientasi al-quran dan hadits.Gerkan wahabi yang dimotori oleh para juru dakwah yang cenderung radikal dn ekstrim. Mereka menebarkan aura kebencian permsuhan yang gampang menuduh golongan islam yang tak sejalan dengan pemikirannya dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bidah.Sudah sangat jelas, ajaran yang diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mengkfurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawasul, ziarah kubur, mauled nabi, dan lain-lain. Dalil akurat yang cukup mashur diutarakan oleh ahlusunnah waljamaah berkaitan dengan tawasul, ziarah kubur dan tawasul, ditolak tanpa alas an apapun. Berikut beberapa ideology yang memeiliki geneologi pemikiran yang serupa dan bekembang di Indonesia.Di Indonesia, model baru ala wahabisme merasupi keberbagai gerakan organisasi keagamaan di idonesia. Hal ini dinyatakan atas penelitian Nur Khalik Ridwan yang mengidentifikasi kelompok ini dalam trilogy karyanya tentang gerakan wahabi. Dalam buku pertama Benih-benih wahabisme dan radikalisme islam, ia menyinggung keberadaan kelompok ini sebagai kelompok yang terpengaruh-baik atau sebagai lebih. Namun tidak semua ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab. Kelompok yang seperti ini disebut sebagai kelompok non wahabi.Menurut Ridwan, organisasi masyarakat pertama di Indonesia yang masuk dalam kata gori kelompok neo-wahabi adalah Muhammadiyah dan Persatuan Muslim. Kedua kelompok ini bertahan sebagai kelompok neo-wahabi sampai muncul gelombang baru neo-wahabi pada tahun 1980-an.Kelompok-kelompok neo-wahabi yang baru mulai bermunculan sepanjang decade 1980-an dan 1990-an sebagai buah program-program yang dilakukan dewan dakwah islam Indonesia yang dimualai decade 1970-an. Kemunculan mereka bermula dari ketidakpuasan keberadaan Muhammadiyah dan PERSIS yang kurang konsisten terhadap Al-Quran dan sunnah.Diantara kelompok baru neo-wahabi yang dimaksud ridwan adalah kelompok tarbiyah yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera dan Hizbut Tahrir Indonesia. PKS memiliki hubungan ideology dengan golongan Ikhwanul Muslimin di Mesir, sedangkan HTI memiliki hubungan historis dengan Ikhwanul Muslimin. Baik PKS maupun HTI masing-masing menempuh jalur politik untuk mencapai tujuan mereka. Cita-cita mereka adalah memformalitaskan syariat islam didalam Negara.Termasuk yang disinggung oleh Nur Kholid Ridwan yang termasuk dalam golongan neo-Wahabi adalah kelompok yang sering disebut sebagai Salafi Jihadi. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam lingkaran Bdulloh Sungkar dan Abu Bakar Baasyir serta murid-murid meeka berdua.Dikenal sebagai orang-orang yang menyempal dari kelompok Negara Islam Indonesia, dua orang itu menghindari tekanan pemerintah Indonesia kabur ke Malaysiya pada pertengahan 1980-an. Di Johor Bahru, mereka kemudian membangun basis dakwah baru. Usaha mereka ini ternyata berkembang dengan seiringnya pecahnya perang Afganistan.Pesantern mereka di Johor Bahru ternyata menjadi tempat transit bagi calon-calon relawan untuk perang Afganistan dari pesantren Al-Mughni, Ngruki, sukoharjo, dan sejumlah kader dari NII. Tidak hanya itu sejumlah relawan untuk perang di Afganistan yang berasal dari Indonesia dan Malayisia yang ikut dalam usaha pengiriman itu. Dari arena perang di Afganistan itulah yang kelah disebut dengan sebutan alumni Afganistan.
Komentar
Posting Komentar